Suku Asmat – Salah satu dari ratusan suku yang ada di Papua adalah Suku Asmat. Etnis ini dikenal sebagai salah satu suku Papua yang paling terkenal di nusantara, mungkin karena populasi mereka lebih banyak daripada suku-suku lain di Papua.
Karena jumlahnya yang besar, Suku Asmat tidak tinggal di satu tempat saja, melainkan tersebar di berbagai wilayah Papua, termasuk daerah pesisir dan pedalaman rimba.
Salah satu hal yang membuat suku-suku di Papua menarik dan menimbulkan rasa ingin tahu adalah adat istiadat warisan leluhur yang masih sangat dipegang oleh banyak dari mereka.
Hal yang sama juga berlaku untuk Suku Asmat, yang dikenal karena keterampilannya, terutama dalam seni ukir kayu tradisional khas Papua.
Sebagai suku yang unik khas timur tentunya mempunyai keanekaragaman budaya, keanekaragaman yang dimiliki oleh Suku Asmat akan dijelaskan selengkapnya dibawah ini.
Ukiran Kayu Khas Suku Asmat
Suku Asmat menggunakan beragam corak atau motif khas dalam ukiran kayunya. Namun, tema yang paling sering digunakan oleh para pemahat patung adalah nenek moyang yang dikenal dengan mbis.
Hal ini menunjukkan bahwa Suku Asmat sangat terikat dan menghormati leluhur mereka, bahkan diwujudkan dalam kesenian berupa kerajinan tangan.
Selain itu, motif lain yang sering digunakan oleh Suku Asmat dalam ukiran kayunya adalah perahu yang disebut wuramon. Suku Asmat percaya bahwa perahu dalam ukiran kayu tersebut melambangkan perahu arwah yang akan membawa nenek moyang mereka ke alam kematian.
Tema ini masih terkait dengan nenek moyang, yang tidak mengherankan mengingat kesenian ukiran kayu merupakan cara orang Asmat untuk mengenang arwah para leluhur yang mereka cintai dan hormati.
Sebaran Suku Asmat
Suku Asmat tersebar di wilayah timur Indonesia, khususnya di provinsi Papua dan Papua Barat. Mereka tinggal di wilayah pantai dan hutan, dengan sebagian besar populasi terkonsentrasi di wilayah pesisir dan sungai di sepanjang pesisir selatan Papua.
Beberapa daerah di wilayah Papua yang dihuni oleh Suku Asmat antara lain:
1. Kabupaten Asmat
Merupakan daerah yang menjadi pusat kebudayaan Suku Asmat. Kabupaten ini terletak di pesisir selatan Papua dan memiliki ibu kota di Agats.
2. Kabupaten Mappi
Terletak di bagian barat daya Papua, wilayah ini juga dihuni oleh Suku Asmat, terutama di sepanjang sungai Mappi.
3. Kabupaten Mimika
Wilayah ini terletak di bagian tenggara Papua dan merupakan tempat beroperasinya tambang Grasberg. Meski demikian, daerah ini juga dihuni oleh beberapa suku asli Papua termasuk Suku Asmat.
4. Kabupaten Boven Digoel
Terletak di bagian timur Papua, daerah ini juga dihuni oleh Suku Asmat di sepanjang sungai Digoel.
Selain itu, sebagian kecil populasi Suku Asmat juga dapat ditemukan di kota-kota besar di Papua seperti Jayapura dan Sorong, di mana mereka bekerja sebagai buruh, pedagang atau pekerjaan lainnya.
Upacara Adat Suku Asmat
Seperti kebanyakan suku-suku di Indonesia lainnya, Suku Asmat juga mempunyai upacara adab tersendiri yang berbeda dengan suku lain. Upacara adab yang dimiliki oleh Suku Asmat seperti:
1. Ritual Kematian
Suku Asmat mempunyai pemikiran yang unik mengenai kematian. Pasalnya, mereka menganggap ajal bukanlah hal yang alamiah. Kematian diartikan sebagai adanya roh jahat yang mengganggu si meninggal tersebut. Sehingga, dikala kerabat mereka sakit maka mereka akan berbagi pagar dari dahan pohon nipah.
Pagar tersebut dimaksudkan biar roh jahat yang berkeliaran disekitar mereka tidak akan sanggup mendekati si sakit lagi. Mereka juga hanya akan berkerumun di sekeliling si sakit tanpa mengobati atau memberinya makan. Namun, dikala si sakit meninggal, mereka akan berebutan memeluk dan keluar menggulingkan tubuh di lumpur.
Setelah si sakit meninggal, maka mayit itu akan diletakkan di atas para (anyaman bambu) hingga dibiarkan membusuk. Tulang-tulangnya nanti akan disimpan di atas pokok-pokok kayu. Selain itu, tengkoraknya diambil untuk dijadikan bantal sebagai tanda kasih sayang terhadap si meninggal.
Ada juga yang meletakkan mayit si meninggal di atas bahtera lesung dengan dibekali sagu untuk dialirkan ke laut. mayit dikubur dengan ketentuan si laki-laki tanpa mengenakan busana sedangkan si perempuan mengenakan busana. Mayat-mayat tersebut dikuburkan di hutan, pinggir sungai, maupun semak-semak.
Orang-orang yang sudah meninggal juga dibuatkan mbis (ukiran orang). Hal ini alasannya yaitu mereka percaya bahwa roh-roh orang meninggal masih berkeliaran disekitar rumah.
2. Upacara Mbismbu (Membuat Tiang)
Mbis yaitu sejenis gesekan patung tonggak nenek moyang atau kerabat mereka yang sudah meninggal. Upacara sakral satu ini mempunyai makna sebagai pengingat kerabat mereka yang sudah mati dan terbunuh. Atas ajal itu, kerabat harus segera membalaskan dendamnya dengan membunuh pelakunya.
3. Upacara Tsyimbu (Pembuatan Dan Pengukuhan Rumah Lesung)
Upacara pembuatan dan pengakuan rumah lesung ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Perahu nantinya akan dicat warna merah berseling putih diluarnya dan warna putih didalamnya. Perahu tersebut juga diukir gambar keluarga yang sudah meninggal atau sanggup juga berupa gambar binatang, dan lainnya.
Setelah dicat, bahtera akan dihias dengan sagu. Sebelum menggunakannya, para keluarga berkumpul dirumah orang yang paling kuat di kampung tersebut. Biasanya yaitu kepala suku atau kepala adab mereka. Hal ini sebagai wujud perayaan dengan dipertunjukkan nyanyian-nyanyian yang diiringi tifa.
Para pendayung bahtera nantinya akan menggunakan hiasan cat warna merah putih dan bulu-bulu burung. Suasana akan bermetamorfosis ramai riuh dengan sorak sorai belum dewasa dan wanita. Namun dibalik suasana itu, ada juga yang menangis alasannya yaitu mengenang kerabat mereka yang sudah tiada.
Dahulu perahu-perahu yang dibentuk itu dipakai untuk memanas-manasi musuh biar berperang. Namun, seiring perkembangannya perahu-perahu tersebut dibentuk dan difungsikan untuk mengangkut materi makanan.
4. Upacara Yentpokmbu (Ritual Pembuatan Rumah Yew Atau Rumah Bujang)
Rumah bujang dalam Suku Asmat diberi nama sesuai marga pemiliknya.
Rumah bujang ini dipakai untuk aneka macam kegiatan yang religius maupun non religius.
Untuk Rumah ini juga dipakai untuk berkumpul keluarga. Namun dalam keadaan tertentu, menyerupai adanya penyerangan maka belum dewasa dan perempuan dihentikan masuk.
Tarian Dan Alat Musik Suku Asmat
Tarian Tobe merupakan tarian khas Suku Asmat yang disebut juga tarian perang. Jenis tarian Tobe dulunya memang tarian yang dilakukan dikala ada perintah dari kepala adab untuk berperang.
Seiring perkembangannya, tarian ini dipakai untuk menyambut tamu sebagai bentuk respect mereka terhadap tamu yang datang. Tarian Tobe ini dipadukan dengan nyanyian-nyanyian yang sifatnya mengkremasi semangat diiringi alat musik tifa.
Penari mengenakan manik-manik dada, rok dari akar bahar, dan daun-daun yang diselipkan dalam tubuh mereka. Hal ini melambangkan bahwa masyarakat Suku Asmat sangat akrab dengan alam.
Rumah Adat
Sebagai suku yang tinggal di pedalaman dan di tepi pantai, penduduk Suku Asmat mempunyai rumah tradisional yang berjulukan jeu. Rumah Jeu ini mempunyai panjang 25 meter.
Selain itu, banyak juga penduduk Suku ini yang membuat rumah di atas pohon.
Adat Istiadat
Di dalam kehidupan kesehariannya, Suku Asmat mempunyai adab yang menjadi pegangannya secara turun temurun.
Adat istiadat ini hingga kini masih dijaga oleh penduduk Suku Asmat. Berikut beberapa adab istiadat yang berasal dari Suku ini:
- Kehamilan. Masyarakat Suku Asmat sangat menjaga kehamilan seorang perempuan ditengah-tengah keluarga mereka. Mereka memperlakukan perempuan hamil dengan baik hingga tercapainya proses persalinan dengan selamat.
- Kelahiran. Setelah mencapai proses persalinan, keluarga tersebut akan mengadakan upacara selamatan dengan pemotongan tali pusar menggunakan sembilu. Sembilu yang dipakai untuk memotong dibentuk dari bambu yang dilanjarkan. Untuk perkembangannya, si bayi akan disusui oleh ibunya selama usia 2-3 tahun.
- Pernikahan. Pernikahan dilaksanakan dikala mencapai usia 17 tahun atau lebih. Tentunya hal ini telah mendapat akad dari kedua belah pihak. Selain itu, ada uji keberanian dari laki-laki untuk membeli perempuan menggunakan piring antik yang nilainya diadaptasi penafsiran harga bahtera Johnson.
- Kematian. Pengecualian dalam mengurus orang meninggal berlaku bagi kepala adat. Kepala suku atau kepala adab yang meninggal mayatnya akan dimumikan dan dipajang di depan joglo Suku Asmat.
Ciri Fisik Orang Asmat
Orang Asmat memiliki ciri fisik yang khas dan membedakan mereka dari suku lain di Indonesia. Beberapa ciri fisik yang umumnya dimiliki oleh orang Asmat antara lain:
1. Kulit gelap: Orang Asmat memiliki kulit yang cenderung lebih gelap dibandingkan dengan suku-suku lain di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh paparan sinar matahari yang kuat di wilayah tropis Papua.
2. Rambut keriting: Rambut orang Asmat biasanya berambut keriting atau bergelombang, dengan warna yang bervariasi dari hitam hingga coklat tua.
3. Tubuh yang berisi: Secara umum, orang Asmat memiliki tubuh yang berisi dan berotot, yang sebagian besar berasal dari gaya hidup mereka yang sangat aktif.
4. Tengkorak yang besar: Beberapa studi menunjukkan bahwa tengkorak orang Asmat cenderung lebih besar dibandingkan dengan suku-suku lain di Indonesia. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor genetik atau kebiasaan makan yang berbeda.
5. Tato dan bekas goresan: Orang Asmat dikenal karena tradisi tato dan goresan pada tubuh mereka. Tato ini biasanya dibuat dengan menggunakan alat tradisional yang terbuat dari tulang atau duri.
Ciri fisik yang khas ini merupakan hasil adaptasi orang Asmat terhadap lingkungan Papua yang unik dan keras.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua orang Asmat memiliki ciri fisik yang sama, dan ada variasi yang signifikan antara individu dan kelompok yang berbeda.
Mata Pencaharian Orang Asmat
Mata pencaharian orang Asmat terutama bergantung pada sumber daya alam yang tersedia di lingkungan mereka, yaitu wilayah hutan dan pantai yang kaya akan hasil bumi. Beberapa mata pencaharian orang Asmat antara lain:
1. Berburu
Orang Asmat adalah pemburu yang terampil, mereka memanfaatkan hutan untuk berburu binatang seperti babi hutan, burung, kijang, dan kanguru pohon.
2. Menangkap ikan
Orang Asmat juga ahli dalam menangkap ikan di sungai dan laut. Mereka menggunakan perahu dan jaring yang terbuat dari rotan atau akar-akaran.
3. Mengumpulkan sagu
Sagu adalah makanan pokok orang Asmat. Mereka mengumpulkan sagu dari pohon sagu yang tumbuh di hutan, kemudian memprosesnya menjadi tepung sagu yang bisa dijadikan berbagai jenis makanan.
4. Bertani
Beberapa kelompok orang Asmat juga menanam padi, ubi, dan sayuran di kebun-kebun kecil di sekitar permukiman mereka.
5. Kerajinan tangan
Orang Asmat juga terampil dalam membuat kerajinan tangan seperti ukiran kayu dan anyaman dari daun pandan.
6. Perdagangan
Beberapa orang Asmat juga terlibat dalam perdagangan, terutama dengan masyarakat di luar daerah mereka. Mereka menjual hasil bumi seperti sagu, ikan, dan kerajinan tangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, seiring dengan perubahan zaman dan modernisasi, beberapa orang Asmat juga beralih ke mata pencaharian lain seperti bekerja di sektor pariwisata atau sebagai buruh di perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di wilayah Papua.
Kondisi Alam di Tempat Tinggal Suku Asmat
Suku Asmat tinggal di wilayah Papua yang kaya akan keanekaragaman hayati, terutama di wilayah hutan dan pantai. Namun, kondisi alam di tempat tinggal Suku Asmat menghadapi beberapa tantangan, di antaranya:
1. Deforestasi
Aktivitas penebangan hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di wilayah Papua mengakibatkan kerusakan lingkungan dan hilangnya habitat satwa liar di hutan tempat tinggal Suku Asmat.
2. Perubahan iklim
Perubahan iklim di wilayah Papua yang menyebabkan cuaca yang tidak menentu seperti banjir, kekeringan dan cuaca ekstrem lainnya mengancam keberlangsungan hidup Suku Asmat dan sumber daya alam yang mereka andalkan.
3. Pencemaran lingkungan
Pertambangan dan kegiatan industri lainnya yang beroperasi di wilayah Papua dapat menyebabkan pencemaran air dan udara, yang berdampak negatif pada kesehatan dan mata pencaharian Suku Asmat.
4. Overfishing
Aktivitas penangkapan ikan secara berlebihan dan tidak terkendali di wilayah perairan Papua dapat mengancam keberlangsungan hidup ikan dan sumber daya ikan yang menjadi mata pencaharian utama Suku Asmat.
Namun, upaya konservasi dan pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat lokal di Papua dapat membantu memperbaiki kondisi alam di wilayah tempat tinggal Suku Asmat.
Bahasa Asmat
Bahasa Asmat adalah bahasa yang digunakan oleh Suku Asmat di Papua. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Trans-Nugini dan memiliki beberapa dialek yang berbeda di setiap wilayah yang dihuni oleh Suku Asmat.
Bahasa Asmat memiliki sistem tata bahasa yang cukup kompleks, dengan jumlah kata kerja yang besar dan variasi vokal yang kaya. Bahasa ini juga memiliki beberapa kata serapan dari bahasa lain, terutama dari bahasa Melayu dan bahasa Belanda.
Meskipun bahasa Asmat digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh suku tersebut, banyak anggota masyarakat Asmat yang juga menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Saat ini, bahasa Asmat masih terus digunakan oleh masyarakat Asmat dalam kegiatan sehari-hari, meskipun pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa asing lainnya semakin terasa di wilayah Papua.
Kesimpulan
Demikian kebudayaan Suku Asmat yang bernilai estetis klasik yang ada dalam kehidupan masyarakat Suku Asmat.
Ada pelajaran berharga yang sanggup kita ambil dari Suku Asmat ini.
Meskipun masyarakatnya religius magis, mereka sangatlah menghargai alam alasannya yaitu segala acara dan yang terjadi yaitu alasannya yaitu alam dan seisinya.
Posting Komentar