Rumah Adat Aceh – Aceh memang dikenal sebagai daerah yang sangat terpengaruh oleh agama Islam, karena Aceh merupakan salah satu pintu masuk penyebaran Islam di Indonesia.
Hal ini menyebabkan budaya Aceh seringkali merupakan perpaduan antara budaya Melayu dan budaya Islam. Salah satu contoh dari perpaduan kedua budaya tersebut adalah rumah adat Aceh, yang juga dikenal sebagai Rumoh Aceh.
Provinsi Aceh terletak di ujung utara Pulau Sumatera, dan pernah dikenal sebagai D.I Aceh dan Nanggroe Aceh Darussalam.
Aceh terkenal dengan penerapan syariat Islamnya dan mendapat gelar sebagai daerah istimewa, yang memungkinkannya untuk mengatur hukum pemerintahannya sendiri dengan syariat Islam.
Sayangnya, rumah adat Aceh semakin jarang ditemukan karena masyarakat lebih memilih untuk tinggal di rumah beton. Namun, Anda masih dapat menemukan rumah adat ini di perkampungan penduduk.
Ada dua tempat yang bisa dikunjungi untuk melihat rumah adat Aceh ini, yaitu Museum Aceh di Banda Aceh dan Rumoh Cut Nyak Dhien di Lampisang, Aceh Besar. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang rumah adat Aceh ini, silakan baca penjelasannya di bawah ini.
Bentuk Dari Rumah Adat Aceh
Umumnya, rumah adat Aceh memiliki bentuk rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2,50-3 meter. Bentuknya adalah persegi empat yang memanjang dari timur ke barat untuk memudahkan penentuan arah kiblat shalat.
Biasanya, rumah adat Aceh terbuat dari kayu dengan atap berbahan daun rumbia. Di dalamnya terdapat tiga atau lima ruang dengan ruang utama yang disebut rambat. Rumah dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 tiang.
Pintu utama rumah adat Aceh selalu lebih rendah dari orang dewasa dengan ketinggian hanya sekitar 120-150 cm. Oleh karena itu, setiap orang yang masuk harus menunduk.
Meskipun pintunya pendek, saat masuk ke dalam rumah, Anda akan menemukan ruangan yang luas. Tidak ada perabot seperti kursi sofa dan meja, sehingga tamu biasanya duduk di atas tikar yang disediakan pemilik rumah.
Rumah adat Aceh yang dimiliki oleh orang yang berkecukupan memiliki ukiran dan ornamen yang rumit, sedangkan rumah rakyat biasa cukup dibuat dengan bentuk panggung tanpa ornamen. Rumah adat Aceh juga tahan terhadap gempa dan banjir.
Macam-macam Rumah Adat Aceh
Di Aceh, rumah adat biasa disebut dengan sebutan Rumoh Aceh. Rumah adat Aceh memiliki beberapa jenis.
Seperti kebanyakan rumah adat di Sumatera, Rumoh Aceh biasanya memiliki konsep rumah panggung dengan ketinggian sekitar 2 sampai 3 meter dari permukaan tanah.
Oleh karena itu, mudah untuk mengenali Rumoh Aceh saat mengunjungi daerah tersebut.
Ciri khas utama Rumoh Aceh adalah pintunya yang rendah dengan tinggi sekitar 120-150 cm saja. Karena itu, Anda harus menunduk saat melewati pintu tersebut.
Meskipun Rumoh Aceh mungkin jarang ditemukan di perkotaan karena masyarakat lebih memilih bangunan yang lebih modern, namun rumah adat masih dapat ditemukan di daerah pedesaan.
Berikut adalah beberapa jenis Rumoh Aceh:
1. Rumah Krong Bade
Salah satu rumah adat yang perlu dikenali adalah Rumah Krong Bade. Bangunannya menggunakan konsep rumah panggung dengan tinggi mencapai 2 hingga 3 meter, dan hampir seluruh materialnya terbuat dari berbagai jenis kayu yang alami.
Atapnya umumnya terbuat dari daun rumbia. Di kolong rumah panggung, biasanya pemilik rumah menyimpan bahan makanan, dan kegiatan seperti menenun sering dilakukan di bawah rumah panggung.
Untuk memasuki Rumoh Aceh, akan ada tangga dengan jumlah tangga yang harus ganjil sesuai aturan pembuatannya.
Setelah menaiki tangga, terdapat beberapa hiasan atau lukisan yang dipasang di dinding. Jumlah hiasan ini menunjukkan status sosial pemilik rumah Krong Bade, semakin banyak hiasan atau lukisan yang dipajang, semakin tinggi golongan sosial pemiliknya, begitu pula sebaliknya.
2. Rumah Santeut
Rumah adat Aceh yang kedua yaitu Rumah Santeut. Rumah ini juga biasa disebut dengan Tampong Limong. Bentuknya cukup sederhana, sebab masyarakat juga banyak memakai desain rumah jenis ini. Tiang pada bangunannya juga dibuat sama, yaitu sekitar 1,5 meter.
Lalu untuk material bangunan pada Tampong Limong ini juga jauh lebih murah dibandingkan dengan Krong Bade. Atap rumahnya memakai daun rumbia, sementara untuk lantai digunakan belahan bambu yang ditata atau dijajar rapat.
Selain sebagai lantai, belahan bambu ini dipakai juga karena sirkulasi udara di dalam ruangan yang dihasilkan dengan menggunakan bahan tersebut jauh lebih bagus. Dengan begitu, lantai dan ruangan tidak akan terasa lembab, namun lebih sejuk.
Rumah Santeut ini biasanya memang tidaklah terlalu luas. Maka dari itu, di bagian kolong biasanya akan dipakai untuk tempat mengadakan acara rumahan tertentu atau untuk menerima tamu.
3. Rumah Rangkang
Rumah adat Aceh terakhir yang perlu diketahui adalah rumah Rangkang. Berbeda dengan rumah sebelumnya, rumah Rangkang bukanlah rumah tinggal melainkan merupakan tempat istirahat bagi masyarakat, yang biasa disebut sebagai tempat singgah.
Rumah Rangkang ini dibuat untuk orang-orang yang ingin beristirahat, seperti saat sedang dalam perjalanan jauh.
Bentuk dari rumah Rangkang ini juga menggunakan konsep rumah panggung. Karena hanya berfungsi sebagai tempat singgah, biaya pembuatannya juga cukup murah.
Bahan-bahan yang digunakan biasanya berupa kayu sederhana ditambah dengan daun rumbia sebagai atapnya.
Meskipun sederhana, rumah Rangkang ini sangat berguna bagi masyarakat Aceh karena saat lelah, mereka dapat menggunakan tempat ini untuk istirahat sejenak.
Ciri Khas Pembangunan Rumah Adat Aceh
Masyarakat Aceh masih mengikuti adat-istiadat secara ketat, termasuk dalam hal membangun rumah. Kitab adat Meukuta Alam dijadikan sebagai panduan oleh masyarakat dalam melakukan berbagai hal, termasuk saat membangun rumah.
Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa dalam proses pembangunan, diperlukan penggunaan kain berwarna merah dan putih yang sedikit.
Kain-kain tersebut akan diikatkan pada tiang utama bangunan sebagai lambang, yang disebut tameh radja dan tameh putroe. Selain rumah, aturan ini juga berlaku untuk pembangunan masjid atau balai desa.
Selanjutnya, kitab adat juga menetapkan bahwa pekarangan dan bagian rumah adat Aceh menjadi milik anak perempuan dan ibunya. Dengan demikian, rumah tersebut akan menjadi hak anak perempuan setelah kepala keluarga meninggal.
Namun, jika keluarga tidak memiliki anak perempuan, rumah akan menjadi milik istri. Adat Aceh melarang pergantian kepemilikan rumah dan pekarangan.
Komponen Utama dari Rumah Adat Aceh
Meskipun setiap kabupaten atau kota memiliki perbedaan rinci dalam bentuknya, namun Rumoh Aceh, sebagai rumah adat Aceh, memiliki beberapa komponen utama yang serupa secara umum.
Beberapa komponen utama yang lazim terdapat pada Rumoh Aceh antara lain:
1. Seuramoe-ukeu (Serambi Depan)
Seuramoe adalah sebuah ruangan yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu laki-laki pada rumah adat Aceh.
Ruangan ini biasanya terletak di bagian depan rumah, dan juga berfungsi sebagai tempat tidur dan makan bagi tamu laki-laki.
2. Seuramoe-likoot (Serambi Belakang)
Ruangan ini memiliki fungsi utama sebagai tempat menerima tamu perempuan pada rumah adat Aceh. Ruangan ini biasanya terletak di bagian belakang rumah.
Sama seperti seuramoe atau serambi depan, serambi ini juga dapat berfungsi sebagai tempat tidur dan ruang makan bagi tamu perempuan.
3. Rumoh-Inong (Rumah Induk)
Ruang ini terletak di antara seuramoe (serambi depan) dan serambi belakang pada rumah adat Aceh.
Ruangan ini dibangun lebih tinggi dari lantai dan terdiri dari dua kamar yang dipisahkan oleh sebuah gang yang menghubungkan antara seuramoe dan serambi belakang.
4. Rumoh-dapu (Dapur)
Dapur pada rumah adat Aceh terletak dekat atau terhubung dengan serambi belakang. Lantai dapur dibangun lebih rendah dari lantai serambi belakang.
5. Seulasa (Teras)
Seulasa atau teras pada rumah adat Aceh terletak di bagian paling depan rumah dan bersebelahan dengan serambi depan. Lokasi teras ini telah ditentukan sejak lama dan tidak berubah hingga saat ini.
6. Kroong-padee (Lumbung Padi)
Mayoritas masyarakat Aceh bekerja sebagai petani, oleh karena itu mereka menyediakan lumbung padi yang terpisah dari bangunan utama rumah.
Meskipun terpisah, lumbung padi tersebut masih berada di dalam pekarangan rumah dan letaknya bisa berbeda-beda, baik di belakang, samping, atau bahkan di depan rumah.
7. Keupaleh (Gerbang)
Gerbang pada rumah adat Aceh biasanya tidak umum ditemukan. Gerbang hanya dimiliki oleh kalangan orang berada atau tokoh masyarakat, dan menjadi salah satu ciri khas dari rumah milik mereka. Gerbang biasanya terbuat dari kayu dan dipayungi bilik di atasnya.
8. Tamee (Tiang)
Tiang merupakan komponen paling penting yang harus ada dalam rumah adat Aceh.
Kekuatan tiang adalah tumpuan utama rumah adat ini. Tiang biasanya berbentuk bulat dengan diameter 20-35 cm dan tinggi 150-170 cm.
Jumlah tiang bisa 16, 20, 24, atau 28 batang. Keberadaan tiang juga memudahkan proses pemindahan rumah tanpa perlu membongkarnya terlebih dahulu.
Tahapan Dalam Membangun Rumah Adat Aceh
Bagi masyarakat Aceh, membangun Rumoh Aceh seperti membangun kehidupan. Oleh karena itu, pembangunan Rumoh Aceh harus memenuhi persyaratan dan dilakukan secara bertahap.
Proses pembangunan Rumoh Aceh dilakukan dengan cermat dan berlandaskan pada pengetahuan lokal masyarakat.
Sehingga, Rumoh Aceh dapat bertahan hingga ratusan tahun meskipun hanya terbuat dari kayu. Tahapan-tahapan dalam pembuatan Rumoh Aceh adalah sebagai berikut:
1. Musyawarah
Sebelum membangun rumah, biasanya keluarga akan mengadakan musyawarah terlebih dahulu. Setelah mencapai kesepakatan, rencana pembangunan disampaikan kepada Teungku (Ulama) di kampung tersebut.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan saran-saran agar rumah dapat memberikan ketenangan dan keamanan yang lebih.
Selain itu, dalam musyawarah juga dibahas persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut bisa berupa pemilihan hari baik yang ditentukan oleh Teungku, pemilihan kayu pilihan, penyelenggaraan kenduri (pesta), dan lain sebagainya.
2. Pengadaan Bahan
Setelah tercapai kesepakatan dari keluarga dan teungku, tahap selanjutnya adalah mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan Rumoh Aceh meliputi kayu, trieng (bambu), daun rumbia, dan lain sebagainya.
Pengadaan bahan-bahan ini dilakukan dengan cara gotong royong oleh masyarakat setempat.
Dalam memilih kayu, dipilihlah kayu yang tidak melilit akar dan tidak menyangkut kayu lain saat ditebang, untuk memastikan kualitas dan kekuatan kayu yang akan digunakan.
3. Pengolahan Bahan
Kayu-kayu tersebut kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang teduh dan terhindar dari hujan.
Jika waktu pembangunan masih jauh, kayu akan direndam dalam air terlebih dahulu untuk menghindari serangan serangga. Setelah itu, kayu dibentuk sesuai kebutuhan rumah.
4. Pendirian Rumah
Setelah semua persiapan selesai, pembangunan rumah Aceh dimulai dengan membuat landasan untuk memancang kayu.
Tiang utama (tiang raja) dipancangkan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan tiang-tiang lainnya. Setelah semua tiang terpasang, pembangunan bagian tengah rumah dimulai, meliputi lantai dan dinding rumah.
Kemudian, pembangunan bagian atas dilakukan, termasuk pemasangan atap rumah. Pemasangan ornament pendukung seperti ukiran hias juga dilakukan sebagai tahap terakhir dari pembangunan rumah Aceh.
Keunikan dan Filosofi Rumoh Aceh
Mayoritas penduduk memiliki desain rumah yang serupa. Namun, terdapat beberapa keunikan dan filosofi yang melekat pada Rumoh Aceh, di antaranya:
1. Rumah dibuat tinggi
Rumah adat Aceh, atau Rumoh Aceh, dirancang dengan konsep rumah panggung sehingga memiliki ketinggian dari tanah ke lantai rumah.
Oleh karena itu, dibutuhkan tangga untuk mengakses rumah panggung tersebut. Jumlah anak tangga yang dibuat selalu ganjil, sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat.
Konsep rumah panggung ini dipilih agar kelembaban di dalam rumah dapat dikurangi.
Udara dapat dengan mudah masuk ke dalam rumah melalui kolong-kolong, yang membuat makanan di dalam rumah tidak mudah rusak.
2. Ukiran di dalam rumah menunjukkan status sosial
Setiap Rumoh Aceh memiliki ukiran atau ornamen sebagai dekorasi. Jumlah dan kualitas ornamen ini menjadi petunjuk status sosial pemilik rumah.
Semakin tinggi status sosial seseorang dalam masyarakat, semakin bagus dan banyak ornamen yang akan terlihat di dalam rumah mereka.
Dengan begitu, ketika Anda berkunjung ke Rumoh Aceh, Anda dapat mengetahui status sosial pemilik rumah berdasarkan ornamen yang terdapat di dalamnya.
3. Pintu dibuat pendek sebagai bentuk penghormatan
Jika Anda mengunjungi Rumoh Aceh, Anda akan menemukan pintu-pintunya yang relatif pendek, bahkan lebih rendah dari tinggi rata-rata orang.
Faktanya, ini sengaja dirancang agar setiap orang yang memasuki rumah memberikan penghormatan kepada pemilik rumah dengan menundukkan kepala saat melewati pintu.
Hal ini diterapkan untuk mempromosikan penghormatan dan kesetaraan di antara semua anggota masyarakat, tanpa memandang status sosial atau kasta.
4. Harus melalui musyawarah sebelum membangun rumah
Sebelum membangun Rumoh Aceh, musyawarah keluarga dan tokoh adat harus dilakukan terlebih dahulu. Musyawarah keluarga diperlukan untuk menentukan berbagai kebutuhan yang diperlukan dalam pembangunan.
Melalui musyawarah ini, diharapkan pembangunan dapat berjalan lancar tanpa hambatan karena segala sesuatunya, termasuk bahan, tanggal pembuatan, dan pihak yang terlibat, telah diputuskan bersama. Setelah musyawarah keluarga, dilakukan musyawarah bersama para teuku dan ulama untuk meminta doa restu agar pembangunan Rumoh Aceh dapat dilaksanakan dengan lancar.
Rumoh Aceh dibangun dengan perhitungan yang matang. Para pendahulu selalu mempertimbangkan banyak hal sebelum membangun. Rumoh Aceh dibangun dengan bahan-bahan alami yang kokoh dan tahan lama. Dalam hal ini, rumoh Aceh justru lebih kuat dan kokoh dibandingkan dengan rumah-rumah beton modern.
Karena Aceh rawan gempa bumi, pembangunan Rumoh Aceh tidak sembarangan dilakukan. Para pendahulu telah mempertimbangkan banyak hal untuk membuat rumah adat tahan gempa dan aman dari banjir serta serangan binatang buas.
Ruang-ruang di dalam Rumoh Aceh dibagi menjadi beberapa bagian dengan fungsi yang berbeda-beda. Ini menunjukkan adanya etika dan nilai kesopanan dalam masyarakat Aceh.
Penutup
Rumah adat Aceh memiliki banyak keunikan dan filosofi yang terkait dengan konsep bangunannya, ornamen, pintu pendek, hingga musyawarah sebelum membangun. Konsep panggung dengan tangga ganjil digunakan untuk mengurangi kelembaban dan menjaga makanan dari cepat membusuk. Ornamen dan hiasan di dalam rumah menjadi tanda status sosial pemiliknya.
Pintu pendek digunakan untuk saling menghormati tanpa membedakan kasta. Musyawarah dilakukan di ranah keluarga dan tokoh-tokoh adat untuk menentukan berbagai macam kebutuhan sebagai persiapan pembangunan.
Pembangunan rumah adat dilakukan dengan penuh perhitungan, termasuk kegunaan suatu benda atau tempat, dan menggunakan bahan-bahan alam agar rumah adat Aceh mampu berdiri kokoh dan tahan gempa serta aman dari banjir dan serangan binatang buas.
Dalam rumah adat Aceh, ruang-ruang dibagi dengan fungsi yang berbeda-beda sebagai wujud etika dan nilai kesopanan dalam masyarakat. Kesimpulannya, rumah adat Aceh memiliki nilai filosofis dan kultural yang tinggi, dan menjadi bagian penting dari warisan budaya Indonesia.
Posting Komentar